Mungkin sudah tidak
asing lagi bagi kita, para manusia yang hidup di Zaman Sekarang ini mengetahui
bahwa, dalam menjalankan segala aktivitas keseharian, kita diikat oleh waktu
yang terbagi dalam 12 bulan dan 365 hari. Tapi tahukan kalian? Sebenarnya, pembagian
kalender 12 bulan yang terbagi menjadi 365 hari itu merupakan Sejarah yang
sangat penting di Dunia Peradaban Islam, namun banyak yang tidak mengetahui
bahwa pembagian 365 hari itu merupakan pikiran ilmu yang dikerjakan oleh
orang-orang Mesir pada Peradaban Islam Mesir Kuno. Bagaimanakah ceritanya?
Astronomi Mesir bermula
pada Zaman Prasejarah. Keberadaan lingkaran batu di Nabta Playa, kawasan Mesir
Hulu, diperkirakan berasal dari milenium ke-5 SM, ini membuktikan betapa
pentingnya astronomi bagi kehidupan beragama Mesir Kuno bahkan pada Zaman
Prasejarah.
Semenjak Zaman Wangsa
IX, bangsa Mesir Kuno telah menyusun 'tabel-tabel bintang diagonal', yang
lazimnya dilukis pada permukaan sebelah dalam dari tutup peti mati kayu.
Kebiasaan ini bertahan sampai dengan Zaman Wangsa XII. Tabel-tabel bintang
diagonal atau biasa disebut peta-peta bintang ini kadang juga disebut sebagai
‘kalender-kalender bintang', atau 'jam-jam dekan' pada masa lampau.
Teori tatanan benda-benda
langit yang menyatakan bahwa Bumi berotasi pada porosnya, dan bahwa
planet-planet dalam, yakni Merkurius dan Venus, berevolusi mengelilingi
Matahari yang pada gilirannya berevolusi mengelilingi Bumi, dinisbatkan oleh
Macrobius Ambrosius Theodosius (floruit 395–423 M) kepada bangsa Mesir Kuno.
Sesudah ditaklukkan
oleh kaum Muslim, Mesir didominasi oleh budaya Arab. Mesir tunduk di bawah
pemerintahan para Khalifah Rasyidin, Bani Umayyah, dan Bani Abbas sampai dengan
abad ke-10, tatkala kaum Al-Fātimiyyūn mendirikan Khilafah sendiri yang
berpusat di kota Kairo, Mesir.
Mesir kembali tampil
sebagai sebuah pusat kegiatan ilmiah, bersaing dengan Baghdad untuk menjadi
kekuatan intelektual terkemuka di dunia Islam pada Zaman Pertengahan. Pada abad
ke-13, kota Kairo akhirnya menggeser kedudukan Baghdad sebagai pusat
intelektual dunia Islam.
Mesir Islam Kuno,
sebagai pusat intelektual Dunia Islam, mereka juga mengembangkan sistem
kalender dalam peradabannya. Mereka mengembangkan sistem Kalender yang diberi
nama Kalender Qibti.
Kalender ini adalah kalender Bangsa Mesir, Di zaman dulu, selain
digunakan untuk menandai aktivitas budaya, kalender ini juga digunakan untuk
meramalkan fenomena-fenomena mistis seperti dapat mengetahui kapan seseorang
itu akan wafat, lahir, dan sembuh dari penyakit yang ia derita.
Bahkan, kalender ini juga digunakan beberapa orang untuk meramalkan
kekuasaan dan kejayaan seorang raja. Sejumlah supranaturalis di Mesir sampai
kini masih ada yang menggunakan kalender Qibti ini secara rahasia untuk
kegiatan-kegiatan mistis. Tetapi, secara umum di negeri Mesir modern telah
berlaku dua penanggalan: Gregorian alias Masehi dan penanggalan Islam alias
Hijriyah.
Contohnya : Dalam kitab karangan Guru Besar Abu Hayillah Al-Marzuki
disebutkan bahwa jika orang Pisces atau HUT yang sakit mulai hari Sabtu bulan Kahik
maka pertanda akan wafat.
Dan memang ilmu falak dalam kitab ini berlandaskan juga kepada kalender
ini dan kalender Rum atau Romawi.
Selain
Kalender Qibti, pada mulanya Bangsa Mesir yang merupakan Bangsa Intelektual ini
menentukan penanggalan kalender bulan dengan memanfaatkan (Siklus) Peredaran
Bulan yang terjadi selama 29 1/2 hari.
Setelah penanggalan ini dibuat, Bangsa Mesir merasa ada yang kurang dengan
jumlah penetapan tanggal tersebut.
Oleh sebab itu, mereka akhirnya menggenapkan jumlah tanggal tersebut
dengan menghitung kemunculan Bintang Anjing (Sirius) yang muncul tiap tahun.
Dalam penghitungannya, mereka menghitung bahwa dalam satu tahun itu terdapat 12
bulan dengan satu bulannya adalah 30 hari, lebih detailnya, dalam setahun itu
adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari.
Mereka juga mengenal tahun kabisat. Penghitungan ini sama dengan
kalender yang kita gunakan sekarang yang disebut Tahun Syamsiah (sistem Solar).
Penghitungan kalender Mesir dengan
sistem Solar kemudian diadopsi (diambil alih) oleh bangsa Romawi menjadi
kalender Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab Kuno mengambil
alih penghitungan sistem lunar (peredaran bulan) menjadi penghitungan Hijriah.
EmoticonEmoticon